
Portalika.ID [WONOGIRI]-Ada sedikitnya 12 bentuk kerawanan di setiap pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) ataupun pemilihan kepala daerah (pilkada) sehingga Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) bersinergi dengan media cetak atau online. Sinergi bertujuan munculnya pengawasan partisipatif dari masyarakat.
Komisioner Bawaslu Jateng, Rofiuddin, menyatakan ke-12 bentuk kerawanan itu di antaranya hoaks, fitnah, money politics, kampanye hitam, ujaran kebencian, SARA.
Juga netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), netralitas kepala desa, fasilitas pemerintah untuk kampanye, kecurangan penggelembungan suara, data pemilih dan kampanye tak sesuai aturan serta kerawanan lain. “Tugas Bawaslu adalah mencegah, mengawasi dan menindak. Jadi langkah awal adalah persuasif untuk pencegahan,” ujarnya.
Apabila pencegahan tidak bisa maka dilakukan penindakan sesuai regulasi. Menurutnya pemilu 2019 ada 11 kasus pelanggaran pidana dengan melibatkan 13 orang. “Sebanyak sembilan kasus atau 69% divonis bersalah, tiga kasus dilepas dan satu kasus lepas. Kasus-kasus pemilu paling banyak dilakukan oleh calon anggota legislatif [caleg] sebanyak tujuh orang dan dua orang kepala desa. Tujuh caleg itu satu di antaranya kasus caleg di Wonogiri.”

Rofiuddin mengatakan ada empat kasus yang ditangani yakni kasus politik uang sebanyak tiga kasus, kampanye di fasilitas ibadah sebanyak satu kasus, kepala desa tidak netral sejumlah dua kasus dan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah sebanyak tiga kasus. “Waktu penanganan antara pemilu dengan pilkada berbeda karena regulasi yang dipakai juga berbeda. Untuk itu, peran media dibutuhkan untuk edukasi masyarakat,” katanya.
Ada lima fungsi media, yakni informasi, kontrol sosial, pendidikan, hiburan dan ekonomi. “Kontrol sosial dibutuhkan dari media kepada Bawaslu juga agar kinerja Bawaslu tidak menyimpang. Di era sekarang dibutuhkan keterbukaan informasi sehingga dibutuhkan sinergi dengan media agar ada saling kontrol. Upaya keterbukaan Bawaslu Jateng diwujudkan dalam bentuk pembuatan media sosial seperti FB, IG, website ppid, elibrary maupun yang lain.”

Rofiuddin menyampaikan pernyataan itu dalam acara Rapat Kerja Teknis dengan Media bertema Evaluasi Pengawasan Pemilu dan Persiapan Pengawasan Pilkada Kabupaten Wonogiri pada Pilkada 2020 di RM Alami Sayang, Ngadirojo, Rabu (27/11/2019). Pemateri lain adalah Komisioner Bawaslu Wonogiri, Ali Mahbub dan Asep Awaludin. Ali dan Asep, menyampaikan materi penanganan kasus yang pernah disampaikan di forum-forum sebelumnya.
Pada bagian lain, Ali, menyatakan demokrasi Indonesia baru berjalan 20 tahun sejak reformasi 1998 sehingga belum bisa diukur. “Ada wacana, pemilihan kembali dilakukan oleh lembaga legislatif namun demokrasi sejati adalah pemilihan dilakukan oleh rakyat pemilih. Beaya demokrasi memang mahal dan Amerika membutuhkan waktu lama membangun demokrasi.”
Dia berharap demokrasi terus dikembangkan dan bukan dikebiri sehingga tetap pemilihan langsung. Dia menyatakan penghalang demokrasi adalah tradisi politik uang yang masih bercongol lama. (Triantotus)