
Portalika.ID [WONOGIRI]-Anggota DPR RI Komisi IV, Hamid Noor Yasin (HNY), mengatakan berbagai versi Indonesia surplus beras, ekspor beras dan berbagai argumen itu tidaklah sesuai kenyataannya. Terbukti setiap tahun Indonesia impor beras tanpa henti. Hanya dua tahun saja murni tanpa impor, antara 1984 hingga 1986.
“Kita harus mempertanyakan, apakah beras ini solusi inti untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan kita?” ujar Hamid.
Pernyataan bernada tanya disampaikan Hamid menanggapi ditunjuknya Menteri Pertahanan sebagai leading sector untuk memperkuat food estate dengan target 700.000 hektare. Politisi PKS ini mempertanyakan lagi, apakah selama ini Indonesia sudah tepat menjadikan beras sebagai pangan primer untuk mencukupi kebutuhan nasional.
“Ide ini muncul dari inspirasi pakar ekonomi kelembagaan yang pernah saya ajak diskusi, yang mempertanyakan, selama ini hanya sedikit waktu kita menikmati surplus hingga ekspor beras. Hanya sekitar dua tahun saja antara 1984 sampai dengan 1986 kita secara kenyataan memang surplus beras. Baru pada 1985, Indonesia memulai untuk ekspor beras.”
Dia menjelaskan ekspor pertama kali ke Vietnam dengan jumlah 100.000 ton beras. Meski hanya mampu bertahan sampai tahun 1986. “Berbagai versi Indonesia surplus beras, ekspor beras dan berbagai argumen, itu tidaklah sesuai kenyataannya. Terbukti setiap tahun kita impor beras tanpa henti. Hanya dua tahun saja murni tanpa impor,” jelasnya.

Hamid mengatakan paparan bentangan air yang menutup bumi Indonesia ini jauh lebih luas dari daratan. Seharusnya ini menjadi sinyal bahwa yang hidup di air merupakan sebuah potensi menyuplai kebutuhan pokok pangan seluruh penduduk Indonesia. Ide beberapa Ilmuwan yang menyarankan agar Indonesia memperkuat perikanan baik tangkap maupun budidaya mesti menjadi pertimbangan kuat dalam penyusunan kebijakan pangan nasional. Menurutnya, menjadikan ikan sebagai kebutuhan primer dan beras sebagai sekunder merupakan ide out of the box tetapi merupakan solusi menarik untuk merubah pola kehidupan masyarakat Indonesia.
“Protein dari ikan ini kan sangat tinggi, selain menjadikan rakyat Indonesia semakin cerdas, juga akan menjadi perlawanan kuat terhadap ancaman stunting. Belum lagi negara kita akan menjadi Lumbung Pangan yang benar-benar bukan pencitraan,” kata Hamid.
Legislator asal Jawa Tengah IV ini melihat tidak dilibatkannya Kementan dalam beberapa kebijakan besar terkait pangan merupakan kesalahan besar pemerintah pertama. “Tapi kesalahan utamanya adalah tidak membangun integrasi, membangun kedaulatan pangan yang melibatkan seluruh lembaga besar untuk mewujudkannya karena saling kait mengkait. KKP, Kementan, Kemenhut LH, Kemenprin, PU, LIPI, merupakan lembaga-lembaga besar yang bila bersinergi akan mewujudkan seluruh infrastruktur kedaulatan pangan dari hulu hingga hilir.”
Hamid tak hirau, pemerintah mau menunjuk siapa koordinator food estate tetapi uang negara jangan dihamburkan tanpa bekas. “Saya tidak terlalu mempersoalkan pemerintah menunjuk siapa koordinator food estate. Yang menjadi persoalan adalah, jangan sampai uang negara berhamburan tanpa bekas karena kegagalan memilih orang dan eksekusi kebijakan. Amanat Rakyat ini sangat berat pertanggungjawabannya di masa depan,” tandasnya. (Suryono)