
Portalika.ID [SOLO]-Mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta berkolaborasi dengan siswa Sekolah Dasar Negeri (SD) Tugu, Solo menggambar motif batik nusantara dan fashion show, Kamis (3/10/2019) di halaman SD Negeri Tugu Jebres. Keterlibatan siswa SD dimaksudkan agar anak SD langsung mengenal berbagai motif seni batik tradisional atau modern dengan kegiatan membatik.
Perwakilan Himpunan Mahasiswa (HIMA) Prodi Batik ISI Surakarta, Agus Nugroho, mengatakan kegiatan yang digelar masih dalam suasana memeriahkan Hari Batik Nasional yang ke-10. “Anak-anak [SD] kita ajak langsung mengenal berbagai motif seni batik tradisional maupun modern dengan keterlibatan langsung dalam kegiatan membatik,” katanya.
Dia menjelaskan berbagai motif tradisional seperti kawung, lereng hingga garuda dikenalkan kepada anak anak sedangkan motif batik modern merupakan buah karya mahasiswa prodi batik. “Harapannya anak-anak mengenal lebih jauh tentang batik yang sudah diakui oleh UNESCO. Kedepan generasi bangsa bisa ikut menjaga dan melestarikannya.”
Pengakuan UNESCO ini memiliki konsekuensi bagi Indonesia untuk selalu mengembangkan dan melestarikan seni adi luhung tersebut. Anak SD Tugu diajak menggambar bebas motif batik di kertas ukuran A4 kuarto. Berbekal alat tulis pensil dan selembar kerta gambar pelajar SD antusias meniru beragam motif batik yang ditunjukkan mahasiswa, seperti kawung, parang rusak, mega mendung dan motif nusantara lainnya.

Perwakilan SD Tugu, Sularto, mengapresiasi kegiatan itu. Menurutnya kegiatan tersebut sangat positif untuk membuat siswa lebih mengenal seni batik. “Selama ini mungkin anak-anak mengenal jenis motif batik dari baju yang dikenakan sehari hari saja. Kami berharap setelah ini ada kesinambungan pembelajaran batiknya. Ada ektra kurikuler yang bisa menjadi tempat anak anak belajar membatik.”
Dia berharap Pemkot Surakarta melalui Dinas Pendidikan bisa mengupayakan guru khusus yang bisa mengajar seni batik. Sularto mengaku generasi masa depan memiliki tanggung jawab besar terhadap budaya batik agar keberadaannya tetap lestari dan tidak diklaim negara lain. “Ada kecintaan dan rasa memiliki kuat dari anak-anak ditambah ketrampilan dalam proses pembuatannya,” ujarnya. (Yusuf)