
Portalika.ID [SOLO]-Dosen Program Studi Matematika FMIPA UNS, Dr Sutanto, memprediksi puncak infeksi terjadi puncak pada pertengahan Mei 2020. Prediksi itu diambil berdasarkan data covid-19 Indonesia dari tanggal 2-22 Maret 2020.
Prediksi tersebut dilakukan selama masa prediksi selama 100 Hari (2 Maret – 10 Juni 2020) menggunakan hasil Model SIQR (Susceptible-Infected-Quarantie-Recovery). Pernyataan itu disampaikan pada perkuliahan online 24 Maret. Pernyataan dari Deputy Humas UNS, Dr Intan Novela yang diterima Portalika.ID, ditulis Sutanto menerangkan model SIQR berupa sistem persamaan diferensial yang diselesaikan dengan Metode Numerik Runge-Kutta Order 4. “Jika diterus-teruskan seperti ini maka jumlah yang terinfeksi puncaknya pada pertengahan bulan Mei. Ini dengan jumlah 2.5 persen dari seluruh populasi di masing-masing wilayah (penduduk Indonesia) terinfeksi. Selama prediksi 100 hari penyebaran virus akan menurun pada bulan Juni tetapi tidak serta merta hilang,” ujar Dr Sutanto.
Dia menjelaskan kondisi secara matematis dinamika populasi Covid-19 ini dengan model SIQR. Semenjak pandemic ditetapkan WHO mengenai COVID-19 pada 11 Maret 2020, sebenarnya yang terjadi adalah perdebatan dua kubu ilmu, yaitu pengetahuan ekonomi dan pengetahuan kedoikteran. Sehingga pemerintah Indonesia belum melakukan kebijakan lockdown seperti beberapa negara lain dengan berbagai pertimbangan.
Pertimbangan paling besar adalah faktor ekonomi dimana ketika lockdown dilakukan stabilitas perekonomian akan terganggu, pertumbuhan ekonomi akan melambat bahkan berhenti. Berbeda dengan harapan dari tim medis yang menghawatirkan ketika kebijakan penguncian total atau karantina tidak diambil, maka jumlah pasien yang terinfeksi covid-19 akan terus membesar.
Ditambah lagi dengan kapasitas rumah sakit dan pelayanan medis sangat terbatas, dikhawatirkan tidak bisa melayani pasien dengan baik. Dua perdebatan itu Sutanto mengawali kuliah Online.

“Saat ini tingkat kematian pasien yang terinfeksi Covid-19 sudah cukup tinggi yaitu sekitar 8,4%, bahkan sempat menyentuh angka 9% Persen. Artinya orang sehat, hidup damai tiba-tiba terinfeksi tetapi yang bersangkutan tidak mengetahui kalau dirinya terjangkit covid-19. Yang bersangkutan menyadari sudah terlambat, yaitu tatkala gejala atau sakit yang dirasakan sudah parah sehingga meninggal.”
Menurutnya, seseorang tidak mengetahui penuh dirinya terinfeksi atau tidak. “Maka di saat Dia terinfeksi dan belum diketahui maka penularan akan menyebar ke orang-orang yang sehat. Ini cukup berbahaya. Artinya hubungan antara tingkat kematian pasien yang tinggi dengan tingkat penyebaran itu menjadi berkorelasi sangat kuat,” jelasnya.
Dalam model yang disampaikan, Sutanto menjelaskan kondisi secara matematis dinamika populasi Covid-19 ini dengan model SIQR. Yakni, Susceptible (S) digambarkan sebagai orang yang sehat yang rentan terinfeksi, Infected (I) sebagai individu yang terinfeksi, Quarantine (Q) sebagai proses karantina dan Recovery (R) adalah individu/kelompok yang telah sembuh dari covid-19.
Sucsceptible ini sangat dipengaruhi oleh laju kontak yang digambarkan dengan notasi Beta. Ketika Beta besar seiring dengan aktifitas bertemu, berkerumun dan event bersama maka potensi orang menjadi Infected.
Dijelaskan lebih lanjut, ketika Infected (I) dilakukan Quarantine (Q) secara penuh, yang besarnya tergantung dari kemampuan Negara masing-masing (Alpha). Orang yang dikarantina tersebut juga mempunyai dua kemungkinan yaitu sembuh atau meninggal. Bagi yang sembuh (Recovery) yang dinotasikan sebagai “R” kemungkinan juga masih rentan atau tidak terhadap penyebaran virus kembali, tergantung tingkat imunitas masing-masing individu.

Ketika individu tersebut mempunyai imunitas bagus maka potensi tertular kembali (Theta) bisa saja bernilai nol.
Dari hasil Model SIQR (Susceptible-Infected-Quarantie-Recovery) berupa sistem persamaan diferensial yang diselesaikan dengan Metode Numerik Runge-Kutta Order 4 dapat ditarik kesimpulan jika tidak ada perubahan dalam penanganan, diperkirakan puncak infeksi terjadi puncak pada pertengahan bulan Mei 2020.
“Selama prediksi 100 hari penyebaran virus akan menurun pada bulan Juni tetapi tidak serta merta hilang,” ujar Dr Sutanto
Covid-19 bisa musnah dari Indonesia tapi tergantung pada dua parameter yaitu alpha dan Beta. Angka terinfeksi Covid-19 ini bisa saja turun drastis bahkan sampai hilang jika laju karantina (Alpha) semakin besar daripada laju kontak penderita ke Sucsceptible (Beta).
Ada tiga skenario yang bisa dilakukan, pertama adalah strategi kuadran I yaitu dengan menaikkan laju karantina dan mempertahankan laju kontak dibawah angka 0.9, maka virus akan hilang sebelum 10 Juni 2020. Yang kedua, kalau alpha dan beta berada pada garis miring maka virus hilang pada tanggal 20 Juni. Tapi jika laju kontak lebih besar daripada laju karantina maka virus masih menginfeksi Indonesia.
Menurutnya, pemerintah harus segera melakukan rapid test untuk mengetahui individu yang terinfeksi dan yang sehat. Kemudian kelompok yang terinfeksi dipisahkan ke rumah sakit rujukan atau wisma atlet Kemayoran untuk kemudian diisolasi.
Manusia yang sehat dibatasi pergerakkannya sehingga bisa memperbesar laju Alpha. Kemudian lengkah selanjutnya yaitu menekan orang yang masih sehat untuk tetap di rumah sehingga bisa menekan laju Beta.
“Jika Beta sebesar 0.5, dalam simulasi ini maka virus akan hilang sebelum 10 Juni 2020, jika tidak kita akan berada di kuadran II dan ini kondisi yang sangat berbahaya. Tidak perlu berdebat, kita harus bekerja dan segera pilih Kuadran I ini lebih cepat, ekonomi juga akan tetap baik, dunia medis juga tidak akan capek.” (Trianto Hery Suryono)