Usaha pelanggengan adat serta bahasa kawasan di tahun kesejagatan

Akar Kuat di Dunia Maya: Pelanggengan Adat dan Bahasa Kawasan Era Kesejagatan

Era kesejagatan (globalisasi) seringkali menimbulkan kekhawatiran akan terkikisnya identitas lokal. Namun, justru di tengah arus besar ini, upaya pelanggengan adat serta bahasa kawasan menjadi krusial, bukan sebagai penolakan terhadap modernitas, melainkan sebagai penegasan akar budaya yang kuat.

Tantangan utama datang dari homogenisasi budaya global, dominasi bahasa-bahasa mayor, dan pergeseran gaya hidup. Hal ini berpotensi mengikis minat generasi muda terhadap adat istiadat dan penggunaan bahasa ibu mereka, sehingga mengancam keberlangsungan warisan tak benda ini.

Pelanggengan membutuhkan pendekatan multi-sektoral. Pertama, pendidikan: Mengintegrasikan nilai-nilai adat dan pengajaran bahasa lokal dalam kurikulum sekolah sejak dini, membuatnya relevan dan menarik. Kedua, digitalisasi: Memanfaatkan platform digital (media sosial, aplikasi interaktif, arsip digital) untuk mendokumentasikan, menyebarluaskan, dan mengajarkan adat serta bahasa secara kreatif kepada generasi milenial dan Gen Z. Ini termasuk membuat konten edukatif yang mudah diakses dan menarik. Ketiga, revitalisasi dan adaptasi: Mengadakan festival budaya, lokakarya, dan pertunjukan yang tidak hanya melestarikan bentuk asli, tetapi juga membuka ruang bagi interpretasi dan inovasi yang relevan dengan konteks kekinian, serta mendorong penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari dan di ruang publik.

Melestarikan adat dan bahasa kawasan bukanlah upaya anti-modernisasi, melainkan sebuah investasi pada identitas, kekayaan peradaban, dan kearifan lokal yang tak ternilai. Dengan strategi yang tepat dan kolaborasi antara pemerintah, komunitas, serta individu, akar budaya kita dapat tetap kuat dan kokoh, bahkan di tengah derasnya arus kesejagatan, menjadi mercusuar jati diri bangsa di panggung dunia.

Exit mobile version